Breaking News
Loading...

Gallery

Senin, 23 Februari 2015

Teknik-Teknik Konseling Keluarga

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A.    PROSES DALAM KONSELING KELUARGA 2
B.     TAHAPAN DALAM KONSELING KELUARGA 3
C.     KESALAHAN UMUM DALAM KONSELING KELUARGA.....................................7
BAB III PENUTUP...................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10






BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga, tidak akan pernah lepas dari sistem nilai yang ada di masyarakat tertentu. Sistem nilai menentukan perilaku anggota masyarakat. Berbagai sistem nilai ada di masyarakat yaitu: a) nilai agama saat ini degradasi terhadap agama sangat terasas sekali, semua agama merasakan bahwa kebanyakan umatnya kurang setia pada agama yang dianutnya. b) degradasi nilai adat istiadat, yang sering disebut tata susila atau kesopanan, hal ini dapat dibuktikan pada perilaku anak-anak, remaja saat ini. c) degradasi nilai-nilai sosial, sebagaimana kita saksikan saat ini, masyrakat sangat individualis mementingkan diri sendiri dalam segala hal, enggan berbagi harta, pikiran ,saran dan pendapat, tidak mau bergaul terutama dengan orang rendahan, memutusan tali silaturrahmi terutama dengan keluarga. d) degradasi kesakralan keluarga, seperti yang kita lihat saat ini banyak sekali kekisruhan keluarga, banyak sekali kasus suami membunuh istrinya, dan sebaliknya, ayah membunuh anaknya dan sebaliknya.
Namun tak dapat dipungkiri, bahwa keluarga modern mempunyai ciri utama kemajuan dan perkembangan di bidang pendidikan, ekonomi dan pergaulan. Kebanyakan keluarga modern berada di perkotaan, mungkin juga ada keluarga modern tinggal di pedesaan, akan tetapi jarang berinteraksi dengan masyrakat pedesaan. Kelengkapan alat transportasi dan komunikasi memungkinkan mereka cepat berinteraksi di kota yaitu dengan keluarga lainnya. Namun dibalik semua itu, terdapat krisis keluarga, artinya kehidupan keluarga dalam keadaan kacau, tak teratur dan terarah, orang tua kehilangan kewibawaan untuk mengendalikan kehidupan anak-anaknya terutama remaja. Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya krisis keluarga yaitu: kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga terutama ayah dan ibu, sikap egosentrisme, masalah ekonomi, masalah kesibukan, masalah pendidikan, masalah perselingkuhan, jauh dari agama.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PROSES KONSELING KELUARGA
Proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individual karena ditentukan oleh berbagai faktor seperti jumlah kliennya (anggota keluarga) lebih dari seorang. Relasi antar anggota keluarga amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan diri (partisipan penuh) dalam dinamika konseling keluarga. Berdasarkan kenyataan, ada lima jenis relasi atau hubungan dalam konseling keluarga yaitu:
  1. Relasi seorang konselor dengan klien
  2. Relasi satu klien dengan klien lainnya
  3. Relasi konselor dengan sebagaimana kelompoks
  4. Relasi konselor dengan keseluruhan anggota keluarga dan
  5. Relasi antar sebagaimana kelompok  dengan sebagaimana kelompok anggota lain, misalnya ibu memihak anak laki-laki dan ayah memihak anak perempuan.
Di dalam konseling keluarga konseor diharapkan mempunyai kemampuan profesional untuk mengantisipasi perilaku keseluruhan anggota keluarga yang terdiri dari berbagai kualitas emosional dan kepribadianya. Konseor yang profesional  mempunyai karalteristik yaiti: (a) ilmu konseling dan ilmu lain yang berkaitan dengan berwawasan. (b) keterampilan konseling, (c) kepribadian konselor yang terbuka, menerima apa adanya dan ceria.
Dengan kemampuan  ini, diharapkan konselor dapat melakukan tugasnya dalam beberapa hal yaitu :
1.      Mampu mengembangkan mengembangkan komunikasi antara anggota keluarga yang tadinya terhambat oleh emosi-emosi tertentu
2.      Mampu membantu mengembangkan penghargaan anggota keluarga terhadap potensi anggota lain sesuai dengan realitas yang ada pada diri dan lingkungannya
3.      Dalam hubungan konseling, klien berhasil menemukan dan memahami potensi, keunggulan, kelebihan yang ada pada dirinya dan mempunyai wawasan dan alternatif rencana untuk pengembangannya atas bantuan semua anggota keluarga
4.      Mampu membantu agar klien dapat menurunkan tingkat hambatan  emosional dan kecemasan serta menemukan, memahami, dan memecahkan masalah dan kelemahan yang dialaminya dengan bantuan anggota lainnya.
Untuk melaksanakan keempat tugas konselor keluarga seperti yang dikemukakan tadi, penting sekali adanya proses konseling yang berjalan secara bertahap. Dalam proses  konseling itu, komunikasi konselor dengan klien/anggota keluarga dan komunikasi antara anggota keluarga adalah wahan yang amat penting yang diwarnai oleh suasana afektif dan interaksi yang mengandung kualitas emosional, akan tetapi lama-kelamaan berubah menjadi prilaku rasional.

B.     TAHAPAN KONSELING KELUARGA
Secara umum proses konseling berjalan menurut tahapan berikut:
  1. Pengembangan Rapport
Hubungan konseling pada tahap awal seharusnya  diupayakan pengembangan rapport yang merupakan suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya, sehingga menimbulkan keterbukaan diri klien. Upaya-upaya tersebut ditentukan oleh aspek-aspek diri konselor yakni: kontak mata, perilaku non verbal (perilaku attending, bersahabat/akrab, hangat, luwes, keramahan, senyum, menerima, jujur/asli, penuh perhatian), bahasa lisan, atau verbal (sapaan sesuai dengan teknik-teknik konseling), seperti ramah menyapa, senyum dan bahasa lisan yang halus.
Tujuan menciptakan suasana rapport dalam hubungan konseling adalah agar suasana konseling itu memberikan keberanian dan kepercayaan diri klien untuk menyampaikan isi hati, perasaan, kesulitan dan bahkan rahasia batinnya kepada konselor.

2.      Pengembangan Apresiasi Emosional
Anggotakeluarga yang sedang mengikuti konseling keluarga dan semua anggota keluarga semua terlibat, maka akan terjadi interaksi yang dinamik diantara mereka, serta memiliki keinginan yang kuat untuk memecahkan masalah meraka dan merek mampu saling menghargai perasaan masing-masing. Ada dua teknik konseling keluarga yang efektif yaitu sculpting dan role playing kedua teknik ini memberikan peluang bagi pernyataan-pernyataan emosi tertekan, dan penghargaan terhadap luapan emosi masing-masing anggota keluarga. Dengan demikian, segala kecemasan dan ketegangan psikis dapat mereda, sehingga memudahkan untuk treatment konselor dan rencana anggota keluarga.

3.      Pengembangan Alternatif  Modus Perilaku
Pada pengembangan alternatif  ini yaitu mempraktikan temuan baru dari semua anggota keluarga, yang bisa dijadikan alternatif perilaku yang baru di keluarga. Aplikasi perilaku tersebut dilakukan melalui praktek di rumah. Mungkin konselor memberi suatu daftar perilaku baru yang akan dipraktikan selama satu minggu, kemudian melaporkannya pada sesi konseling keluarga berikutnya. Tugas ini juga sering disebut home assignment (pekerjaan rumah).
Menurut Brammer ( S. Willis, 2011) pada prinsipnya proses konseling itu terdiri atas dua fase dasar yakni : fase membina hubungan konseling dan memperlancar tindakan positif.


4.      Fase Membina Hubungan Konseling
Fase ini amat penting di dalam proses konseling, dan keberhasilan tujuan konseling secara efektif ditentukan oleh keberhasilan konselor dalam membina hubungan konseling yang dilakukan dari tahap awal dan tahap berikutnya. Di samping itu, sikap konselor amat penting selain teknik konseling. Adapun sikap penting dari konselor adalah :
a.       Acceptance, yaitu menerima klien secara ikhlas tanpa pertimbangan jenis kelamin, pekerjaan dan lainya.
b.      Unconditional positive regard, yaitu menghargai klien tanpa syarat
c.       Genuine, yaitu konselor asli dan jujur dengan dirinya sendiri
d.      Empati, artinya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

Secara berurutan, proses hubungan konseling dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) konseli memasuki ruang konseling, kemudian konselor mempersiapkan klien supaya siap dibimbing. (2) tahap klarifikasi, klien mengungkapkan alasan kedatangannya, sebelum klien mengungkapkan harapan-harapannya, (3) tahap struktur,  konselor mengdakan kotrak, waktu yang akan digunakan, biaya dan kerahasiaan. (4) tahap meningkatkan relasi atau hubungan konseling, hal ini dilakukan untuk memudahkan bagi pembinaan bantuan kepada klien.

5.      Memperlancar Tindakan Positif
Fase ini terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
  1. Eksplorasi, mengeksplorasi dan menelusuri masalah, menetapkan tujuan konseling, menetapkan strategis, mengupulkan fakta, mengungkapkan perasaan-perasaan klien yang lebih dalam, mengajarkan keterampilan baru konsolidasi, menjelajah alternatif, mengungkap perasaan-perasaan dan melatih skill yang baru.
  2. Perencanaan bagi klien, dengan tujuan memecahkan masalah, mengurangi perasaan-perasaan yang menyedihkan/menyakitkan, mengkosolidasi skill baru atau perilaku baru untuk mencapai aktivitas diri klien.
  3. Sebagai penutup, yaitu mengevaluasi hasil konseling, menutup hubungan konseling.
Secara garis besar ada tiga tahap konseling keluarga yaitu:
  1. Wawancara tahap awal
Pada tahap ini, konselor mengawali kontak dengan salah seorang anggota keluarga. Seringkali anggota keluarga yang yang mulai mengontak konselor melaliu telepon dengan menyampaikan problem-problem yang dialaminya dalam bentuk keluhan-keluhan yang berhubungan dengan biologis, psikologis, dan hubungan anterpribadi. Oleh karena keluhan-keluhan yang disampaikan oleh anggota keluarga berhubungan dengan kehidupan keluarga, konsekuensinya kebanyakan konselor memilih untuk mengundang setiap orang yang tinggal dalam system keluarga itu untuk datang bersama-sama dalam wawancara konseling tahap awal. Pertemuan ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari tangan pertama mengenai pola-pola kerjasama keluarga dan strategi untuk mengatasi stress, yang pada gilirannya akan digunakan pada situasi wawncara konseling sebenarnya.

2.      Wawncara tahap pertengahan
Pada tahap ini konselor berperan sebagai pembimbing dan pengarah, tetapi senantiasa berupaya menghindari mengambil alih peran orangtua. Konselor harus bersikap netral dan menahan diri untuk tidak mencampuri urusan pribadi seorang anggota keluarga, memfasilitasi komunikasi yang terbuka dan menyenangkan, serta mengajak setiap anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam proses konseling. Di lain pihak setiap anggota keluarga harus bersedia terbuka dan mengurangi sikap-sikap permusuhan atau konflik-konflik. Dengan begitu, setiap anggota keluarga akan mulai menyadari bahwa hubungan-hubungan yang tidak  menyenangkan yang dapat diubah, dikurangi bahkan dihilangkan. Hasil keseluruhan yang diharapkan dari fase pertengahan dalam konseling adalah kesiapan terbaik untuk menerima ide-ide perubahan dan keinginan yang lebih meningkat untuk turut aktif mencapai hasil positif yang diharapkan dari konseling keluarga.

3.      Wawancara tahap akhir
Konseling keluarga membutuhkan waktu bebrapa session mingguan atau bulanan. Konseling keluarga dapat dihentikan apabila anggota keluarga yang terlibat dalam proses konseling keluarga bisa bekerja sam dengan baik sebagai suatu kelompok untuk menelesaikan masalah-masalah mereka dan mengubah perilaku-perilaku yang destruktif. mereka juga telah mampu mengembangkan suatu internal support system dan tidak bergantung kepada orang lain, termasuk tidak bergantung kepada konselor.  Selain itu, mereka telah mampu berkomunikasi secara terbuka, eksplisit, dan jelas. Mampu melakukan peranan masing-masing secara fleksibel, dan setiap anggota keluarga mampu menyeimbangkan antara hak dan kewajibannya masing-masing dalam keluarga.

C.     KESALAHAN UMUM DALAM KONSELING KELUARGA

Crane (1995) mengemukakan sejumlah kesalahan umum dalam penyelenggaraan konseling keluarga diantaranya sebagai berikut:
  • Tidak berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua orangtua) untuk mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi.
  • Pertama kali orangtua dan anak dating ke konselor bersama-sama, konselornya suatu saat berkata hanya orangtua dan anak tidak perlu turut dalam proses, sehingga menampakkan ketidak peduliannya terhadap apa yang menjadi perhatian anak.
  • Mengilmiahkan dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan pandangannya kepada orangtua dan bukan menunjukkan cara penanganan masalah yang dihadapi dalam situasi kehidupan yang nyata.
  • Melihat/ mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orangtua, bukan mengajarkan cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang terjadi.
  • Mengajarkan teknik modifikasi perilaku pada keluarga yang terlalu otoritarian atau terlalu membiarkan dalam interaksi mereka.

Kesalahan-kesalahan dalam konseling keluarga semacam di atas sepatutnya dihindari untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Konselor tentunya diharapkan melakukan evaluasi secara terus-menerus terhadap apa yang dilakukan dan bagaiman hasil yang dicapai dari usahanya.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individual karena ditentukan oleh berbagai faktor seperti jumlah kliennya (anggota keluarga) lebih dari seorang. Relasi antar anggota keluarga amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan diri (partisipan penuh) dalam dinamika konseling keluarga
Secara umum proses konseling berjalan menurut tahapan berikut:
a.       Pengembangan Rapport
b.      Pengembangan Apresiasi Emosional
c.       Pengembangan Alternatif  Modus Perilaku
d.      Fase Membina Hubungan Konseling
e.       Memperlancar Tindakan Positif
Kesalahanumum dalam penyelenggaraan konseling keluarga diantaranya sebagai berikut:
  • Tidak berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua orangtua)
  • konselornya suatu saat berkata hanya orangtua dan anak tidak perlu turut dalam proses,
  • Mengilmiahkan dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan  pandangannya kepada orangtua
  • Melihat/ mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orangtua, bukan mengajarkan cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang terjadi.
  • Mengajarkan teknik modifikasi perilaku pada keluarga yang terlalu


DAFTAR PUSTAKA

Harum, Akhmad. 2012. ETIKA DAN TAHAP TAHAP KONSELING KELUARGA. Bimbingan Dan Konseling Universitas Negeri Makassar (Online)(http://bukunnq.wordpress.com/etika-dan-tahap-tahap-konseling-keluarga/di akses pada tanggal 23/12/2013/)

Kartamuda, E. Fatchiah. 2009. Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia. Jakarta : Salemba Humanika

S. Willis, Sofyan. 2011. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung : Alfabeta

------------------------. 2013. Konseling Keluarga.  (online)

Next
This is the most recent post.
Posting Lama

0 komentar :

Posting Komentar

Back To Top