Breaking News
Loading...

Gallery

Media News

Tech News

Random Post

Recent Post

Senin, 23 Februari 2015
no image

Teknik-Teknik Konseling Keluarga

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A.    PROSES DALAM KONSELING KELUARGA 2
B.     TAHAPAN DALAM KONSELING KELUARGA 3
C.     KESALAHAN UMUM DALAM KONSELING KELUARGA.....................................7
BAB III PENUTUP...................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10






BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga, tidak akan pernah lepas dari sistem nilai yang ada di masyarakat tertentu. Sistem nilai menentukan perilaku anggota masyarakat. Berbagai sistem nilai ada di masyarakat yaitu: a) nilai agama saat ini degradasi terhadap agama sangat terasas sekali, semua agama merasakan bahwa kebanyakan umatnya kurang setia pada agama yang dianutnya. b) degradasi nilai adat istiadat, yang sering disebut tata susila atau kesopanan, hal ini dapat dibuktikan pada perilaku anak-anak, remaja saat ini. c) degradasi nilai-nilai sosial, sebagaimana kita saksikan saat ini, masyrakat sangat individualis mementingkan diri sendiri dalam segala hal, enggan berbagi harta, pikiran ,saran dan pendapat, tidak mau bergaul terutama dengan orang rendahan, memutusan tali silaturrahmi terutama dengan keluarga. d) degradasi kesakralan keluarga, seperti yang kita lihat saat ini banyak sekali kekisruhan keluarga, banyak sekali kasus suami membunuh istrinya, dan sebaliknya, ayah membunuh anaknya dan sebaliknya.
Namun tak dapat dipungkiri, bahwa keluarga modern mempunyai ciri utama kemajuan dan perkembangan di bidang pendidikan, ekonomi dan pergaulan. Kebanyakan keluarga modern berada di perkotaan, mungkin juga ada keluarga modern tinggal di pedesaan, akan tetapi jarang berinteraksi dengan masyrakat pedesaan. Kelengkapan alat transportasi dan komunikasi memungkinkan mereka cepat berinteraksi di kota yaitu dengan keluarga lainnya. Namun dibalik semua itu, terdapat krisis keluarga, artinya kehidupan keluarga dalam keadaan kacau, tak teratur dan terarah, orang tua kehilangan kewibawaan untuk mengendalikan kehidupan anak-anaknya terutama remaja. Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya krisis keluarga yaitu: kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga terutama ayah dan ibu, sikap egosentrisme, masalah ekonomi, masalah kesibukan, masalah pendidikan, masalah perselingkuhan, jauh dari agama.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PROSES KONSELING KELUARGA
Proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individual karena ditentukan oleh berbagai faktor seperti jumlah kliennya (anggota keluarga) lebih dari seorang. Relasi antar anggota keluarga amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan diri (partisipan penuh) dalam dinamika konseling keluarga. Berdasarkan kenyataan, ada lima jenis relasi atau hubungan dalam konseling keluarga yaitu:
  1. Relasi seorang konselor dengan klien
  2. Relasi satu klien dengan klien lainnya
  3. Relasi konselor dengan sebagaimana kelompoks
  4. Relasi konselor dengan keseluruhan anggota keluarga dan
  5. Relasi antar sebagaimana kelompok  dengan sebagaimana kelompok anggota lain, misalnya ibu memihak anak laki-laki dan ayah memihak anak perempuan.
Di dalam konseling keluarga konseor diharapkan mempunyai kemampuan profesional untuk mengantisipasi perilaku keseluruhan anggota keluarga yang terdiri dari berbagai kualitas emosional dan kepribadianya. Konseor yang profesional  mempunyai karalteristik yaiti: (a) ilmu konseling dan ilmu lain yang berkaitan dengan berwawasan. (b) keterampilan konseling, (c) kepribadian konselor yang terbuka, menerima apa adanya dan ceria.
Dengan kemampuan  ini, diharapkan konselor dapat melakukan tugasnya dalam beberapa hal yaitu :
1.      Mampu mengembangkan mengembangkan komunikasi antara anggota keluarga yang tadinya terhambat oleh emosi-emosi tertentu
2.      Mampu membantu mengembangkan penghargaan anggota keluarga terhadap potensi anggota lain sesuai dengan realitas yang ada pada diri dan lingkungannya
3.      Dalam hubungan konseling, klien berhasil menemukan dan memahami potensi, keunggulan, kelebihan yang ada pada dirinya dan mempunyai wawasan dan alternatif rencana untuk pengembangannya atas bantuan semua anggota keluarga
4.      Mampu membantu agar klien dapat menurunkan tingkat hambatan  emosional dan kecemasan serta menemukan, memahami, dan memecahkan masalah dan kelemahan yang dialaminya dengan bantuan anggota lainnya.
Untuk melaksanakan keempat tugas konselor keluarga seperti yang dikemukakan tadi, penting sekali adanya proses konseling yang berjalan secara bertahap. Dalam proses  konseling itu, komunikasi konselor dengan klien/anggota keluarga dan komunikasi antara anggota keluarga adalah wahan yang amat penting yang diwarnai oleh suasana afektif dan interaksi yang mengandung kualitas emosional, akan tetapi lama-kelamaan berubah menjadi prilaku rasional.

B.     TAHAPAN KONSELING KELUARGA
Secara umum proses konseling berjalan menurut tahapan berikut:
  1. Pengembangan Rapport
Hubungan konseling pada tahap awal seharusnya  diupayakan pengembangan rapport yang merupakan suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya, sehingga menimbulkan keterbukaan diri klien. Upaya-upaya tersebut ditentukan oleh aspek-aspek diri konselor yakni: kontak mata, perilaku non verbal (perilaku attending, bersahabat/akrab, hangat, luwes, keramahan, senyum, menerima, jujur/asli, penuh perhatian), bahasa lisan, atau verbal (sapaan sesuai dengan teknik-teknik konseling), seperti ramah menyapa, senyum dan bahasa lisan yang halus.
Tujuan menciptakan suasana rapport dalam hubungan konseling adalah agar suasana konseling itu memberikan keberanian dan kepercayaan diri klien untuk menyampaikan isi hati, perasaan, kesulitan dan bahkan rahasia batinnya kepada konselor.

2.      Pengembangan Apresiasi Emosional
Anggotakeluarga yang sedang mengikuti konseling keluarga dan semua anggota keluarga semua terlibat, maka akan terjadi interaksi yang dinamik diantara mereka, serta memiliki keinginan yang kuat untuk memecahkan masalah meraka dan merek mampu saling menghargai perasaan masing-masing. Ada dua teknik konseling keluarga yang efektif yaitu sculpting dan role playing kedua teknik ini memberikan peluang bagi pernyataan-pernyataan emosi tertekan, dan penghargaan terhadap luapan emosi masing-masing anggota keluarga. Dengan demikian, segala kecemasan dan ketegangan psikis dapat mereda, sehingga memudahkan untuk treatment konselor dan rencana anggota keluarga.

3.      Pengembangan Alternatif  Modus Perilaku
Pada pengembangan alternatif  ini yaitu mempraktikan temuan baru dari semua anggota keluarga, yang bisa dijadikan alternatif perilaku yang baru di keluarga. Aplikasi perilaku tersebut dilakukan melalui praktek di rumah. Mungkin konselor memberi suatu daftar perilaku baru yang akan dipraktikan selama satu minggu, kemudian melaporkannya pada sesi konseling keluarga berikutnya. Tugas ini juga sering disebut home assignment (pekerjaan rumah).
Menurut Brammer ( S. Willis, 2011) pada prinsipnya proses konseling itu terdiri atas dua fase dasar yakni : fase membina hubungan konseling dan memperlancar tindakan positif.


4.      Fase Membina Hubungan Konseling
Fase ini amat penting di dalam proses konseling, dan keberhasilan tujuan konseling secara efektif ditentukan oleh keberhasilan konselor dalam membina hubungan konseling yang dilakukan dari tahap awal dan tahap berikutnya. Di samping itu, sikap konselor amat penting selain teknik konseling. Adapun sikap penting dari konselor adalah :
a.       Acceptance, yaitu menerima klien secara ikhlas tanpa pertimbangan jenis kelamin, pekerjaan dan lainya.
b.      Unconditional positive regard, yaitu menghargai klien tanpa syarat
c.       Genuine, yaitu konselor asli dan jujur dengan dirinya sendiri
d.      Empati, artinya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

Secara berurutan, proses hubungan konseling dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) konseli memasuki ruang konseling, kemudian konselor mempersiapkan klien supaya siap dibimbing. (2) tahap klarifikasi, klien mengungkapkan alasan kedatangannya, sebelum klien mengungkapkan harapan-harapannya, (3) tahap struktur,  konselor mengdakan kotrak, waktu yang akan digunakan, biaya dan kerahasiaan. (4) tahap meningkatkan relasi atau hubungan konseling, hal ini dilakukan untuk memudahkan bagi pembinaan bantuan kepada klien.

5.      Memperlancar Tindakan Positif
Fase ini terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
  1. Eksplorasi, mengeksplorasi dan menelusuri masalah, menetapkan tujuan konseling, menetapkan strategis, mengupulkan fakta, mengungkapkan perasaan-perasaan klien yang lebih dalam, mengajarkan keterampilan baru konsolidasi, menjelajah alternatif, mengungkap perasaan-perasaan dan melatih skill yang baru.
  2. Perencanaan bagi klien, dengan tujuan memecahkan masalah, mengurangi perasaan-perasaan yang menyedihkan/menyakitkan, mengkosolidasi skill baru atau perilaku baru untuk mencapai aktivitas diri klien.
  3. Sebagai penutup, yaitu mengevaluasi hasil konseling, menutup hubungan konseling.
Secara garis besar ada tiga tahap konseling keluarga yaitu:
  1. Wawancara tahap awal
Pada tahap ini, konselor mengawali kontak dengan salah seorang anggota keluarga. Seringkali anggota keluarga yang yang mulai mengontak konselor melaliu telepon dengan menyampaikan problem-problem yang dialaminya dalam bentuk keluhan-keluhan yang berhubungan dengan biologis, psikologis, dan hubungan anterpribadi. Oleh karena keluhan-keluhan yang disampaikan oleh anggota keluarga berhubungan dengan kehidupan keluarga, konsekuensinya kebanyakan konselor memilih untuk mengundang setiap orang yang tinggal dalam system keluarga itu untuk datang bersama-sama dalam wawancara konseling tahap awal. Pertemuan ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari tangan pertama mengenai pola-pola kerjasama keluarga dan strategi untuk mengatasi stress, yang pada gilirannya akan digunakan pada situasi wawncara konseling sebenarnya.

2.      Wawncara tahap pertengahan
Pada tahap ini konselor berperan sebagai pembimbing dan pengarah, tetapi senantiasa berupaya menghindari mengambil alih peran orangtua. Konselor harus bersikap netral dan menahan diri untuk tidak mencampuri urusan pribadi seorang anggota keluarga, memfasilitasi komunikasi yang terbuka dan menyenangkan, serta mengajak setiap anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam proses konseling. Di lain pihak setiap anggota keluarga harus bersedia terbuka dan mengurangi sikap-sikap permusuhan atau konflik-konflik. Dengan begitu, setiap anggota keluarga akan mulai menyadari bahwa hubungan-hubungan yang tidak  menyenangkan yang dapat diubah, dikurangi bahkan dihilangkan. Hasil keseluruhan yang diharapkan dari fase pertengahan dalam konseling adalah kesiapan terbaik untuk menerima ide-ide perubahan dan keinginan yang lebih meningkat untuk turut aktif mencapai hasil positif yang diharapkan dari konseling keluarga.

3.      Wawancara tahap akhir
Konseling keluarga membutuhkan waktu bebrapa session mingguan atau bulanan. Konseling keluarga dapat dihentikan apabila anggota keluarga yang terlibat dalam proses konseling keluarga bisa bekerja sam dengan baik sebagai suatu kelompok untuk menelesaikan masalah-masalah mereka dan mengubah perilaku-perilaku yang destruktif. mereka juga telah mampu mengembangkan suatu internal support system dan tidak bergantung kepada orang lain, termasuk tidak bergantung kepada konselor.  Selain itu, mereka telah mampu berkomunikasi secara terbuka, eksplisit, dan jelas. Mampu melakukan peranan masing-masing secara fleksibel, dan setiap anggota keluarga mampu menyeimbangkan antara hak dan kewajibannya masing-masing dalam keluarga.

C.     KESALAHAN UMUM DALAM KONSELING KELUARGA

Crane (1995) mengemukakan sejumlah kesalahan umum dalam penyelenggaraan konseling keluarga diantaranya sebagai berikut:
  • Tidak berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua orangtua) untuk mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi.
  • Pertama kali orangtua dan anak dating ke konselor bersama-sama, konselornya suatu saat berkata hanya orangtua dan anak tidak perlu turut dalam proses, sehingga menampakkan ketidak peduliannya terhadap apa yang menjadi perhatian anak.
  • Mengilmiahkan dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan pandangannya kepada orangtua dan bukan menunjukkan cara penanganan masalah yang dihadapi dalam situasi kehidupan yang nyata.
  • Melihat/ mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orangtua, bukan mengajarkan cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang terjadi.
  • Mengajarkan teknik modifikasi perilaku pada keluarga yang terlalu otoritarian atau terlalu membiarkan dalam interaksi mereka.

Kesalahan-kesalahan dalam konseling keluarga semacam di atas sepatutnya dihindari untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Konselor tentunya diharapkan melakukan evaluasi secara terus-menerus terhadap apa yang dilakukan dan bagaiman hasil yang dicapai dari usahanya.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individual karena ditentukan oleh berbagai faktor seperti jumlah kliennya (anggota keluarga) lebih dari seorang. Relasi antar anggota keluarga amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan diri (partisipan penuh) dalam dinamika konseling keluarga
Secara umum proses konseling berjalan menurut tahapan berikut:
a.       Pengembangan Rapport
b.      Pengembangan Apresiasi Emosional
c.       Pengembangan Alternatif  Modus Perilaku
d.      Fase Membina Hubungan Konseling
e.       Memperlancar Tindakan Positif
Kesalahanumum dalam penyelenggaraan konseling keluarga diantaranya sebagai berikut:
  • Tidak berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua orangtua)
  • konselornya suatu saat berkata hanya orangtua dan anak tidak perlu turut dalam proses,
  • Mengilmiahkan dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan  pandangannya kepada orangtua
  • Melihat/ mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orangtua, bukan mengajarkan cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang terjadi.
  • Mengajarkan teknik modifikasi perilaku pada keluarga yang terlalu


DAFTAR PUSTAKA

Harum, Akhmad. 2012. ETIKA DAN TAHAP TAHAP KONSELING KELUARGA. Bimbingan Dan Konseling Universitas Negeri Makassar (Online)(http://bukunnq.wordpress.com/etika-dan-tahap-tahap-konseling-keluarga/di akses pada tanggal 23/12/2013/)

Kartamuda, E. Fatchiah. 2009. Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia. Jakarta : Salemba Humanika

S. Willis, Sofyan. 2011. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung : Alfabeta

------------------------. 2013. Konseling Keluarga.  (online)

no image

Konseling Keluarga

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari hari, banyak dijumpai yang namanya masalah dari setiap aspek kehidupan, yang mana setiap manusia pasti berkenalan dengan masalah, konflik dan situasi/kejadian yang tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar. Hal ini merupakan hal yang wajar sebagai suatu tahapan dari pengalaman hidup dan perkembangan diri seseorang. Oleh karena itu, kita semua pasti mengalami atau memiliki saat-saat dimana diri kita merasa sulit (sedih, kecewa, tidak bersemangat, stres, depresi dll) ataupun malah sebaliknya merasa takut, cemas, terlalu bersemangat dll.
Banyak kejadian-kejadian dalam hidup ini yang dapat maupun tidak dapat dihindari yang membuat kita merasakan hal-hal seperti diatas. Ada kalanya pula kita dapat mengatasi masalah atau perasaan tersebut dengan baik namun ada kalanya dimana kita merasa stuck, bingung, cemas tanpa tahu harus mengadu kemana dan berfikir bahwa tidak ada seorang pun yang dapat membantu.
Konseling merupakan salah satu cara yang tepat untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan dalam hidup. Konseling membantu kita untuk mengidentifikasi masalah, mencari solusi atau alternatif yang tepat dan menyadarkan akan adanya potensi dari setiap manusia untuk dapat mengatasi berbagai permasalahannya sendiri.
Salah satu aspek kehidupan yang ada di sekitar kita adalah keluarga, begitu halnya dengan yang lain, kelurga memberikan kontribusi yang sangat besar bagi diri individu untuk berkembang dan sejahtera. Namun, tidak di pungkiri juga kerap sekali dijumpai adanya masalah dalam keluarga, yang juga berpengaruh terhadap situasi dalam kelurga tersebut. Yang mana masalah ini di sebabkan oleh banyak faktor. Oleh karena banyaknya masalah dalam kehidupan bermasyarakat, kita perlu memahami hal-hal yang berhubungan dengan konseling, khususnya konseling keluarga. Sehingga tercipta suasana kelurga yang harmonis, rukun, sejahtera sakinah, mawaddah wa rahmah. Yang mana selalu di impikan oleh setiap keluarga.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Prosedur Konseling Keluarga
Secara umum proses konseling keluarga berjalan menurut tahapan berikut :
à   Pengembangan raport merupakan suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya sehingga menimbulkan keterbukaan diri klien.
à   Pengembangan apresiasi emosional artinya dengan adanya komunikasi yang baik maka antara anggota keluarga dapat menghargai perasaan masing-masing dan dengan keinginan agar masalah yang dihadapi dapat mereka selesaikan.
à   Pengembangan alternatif modus perilaku artinya konselor memberikan aplikasi perilaku yang harus dilakukan oleh seluruh anggota keluarga.
à   Fase pembinaan hubungan
à   Memperlancar tindakan positif

Pada mulanya seorang klien datang ke konselor untuk mengkonsultasikan masalahnya. Biasanya datang pertama kali ini lebih bersifat ”identifikasi pasien”. Tetapi untuk tahap penanganan (treat) diperlukan kehadiran anggota keluarganya. Menurut Satir tidak mungkin mendengarkan peran, status, nilai, dan norma keluarga atau kelompok jika tidak ada anggita keluarga yang hadir. Jadi dalam pandangan ini anggota keluarga yang lain harus datang ke konselor (Brammer dan Shostrom, 1982).
Kehadiran klien ke konselor dapat dilangsungkan sampai 3 kali dalam seminggu. Tahapan konselinh keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane (1995:231-232) yang mencoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane menggunakan pendekatan behavioral yang disebutkan terdapat 4 tahap secara berturut-turut sebagai berikut:
a.      orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku alternatif. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sessi pengajaran.
b.      Setelah orangtua membaca tentang prinsip dan atau telah dijelaskan materinya konselor menunjukkan kepada orangtua bagaimana cara mengimplementasikan ide tersebut. Pertama kali mengajarkan kepada anak, sedangkan orangtua melihat bagaimana melakukannya sebagai ganti pembicaraan tentang bagaimana hal itu dikerjakan.
c.      Secara tipikal orangtua akan membutuhkan contoh yang menunjukkan bagaimana mengkonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat penting menunjukkan kepada orangtua yang kesulitan memahami dan menerapkan cara yang tepat dalam memperlakukan anaknya
d.     Selanjutnya orangtua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah mereka pelajari menggunakan situasi sessi terapi. Terapis selama ini dapat memberi koreksi jika dibutuhkan.
e.      Setelah terapis memberi contoh kepada orangtua cara menangani anak secara tepat orangtua mencoba menerapkannya dirumah. Saat dicoba dirumah konselor dapat melakukan kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai. Jika masih diperlukan penjelasan lebih lanjut terapis dapat memberi contoh lanjutan girumah dan diobservasi orangtua, selanjutnya orangtua mencoba sampai mereka merasa dapat menangani kesulitannya, mengatasi masalah sehubungan dengan masalah anaknya.

B.     Pendekatan dan tekhnik dalam konseling keluarga
1.      Pendekatan konseling keluarga
Untuk memahami mengapa suatu keluarga bermasalah dan bagaimana cara mengatasi masalah-masalah keluarga tersebut, berikut akan dideskripsikan secara singkat beberapa pendekatan konseling keluarga. Tiga pendekatan konseling keluarga yang akan diuraikan berikut ini, yaitu Pendekatan Sistem Keluarga, conjoint, dan struktural.
1)      Pendekatan Sistem Keluarga          
Murray Bowen merupakan peletek dasar konseling keluarga pendekatan sistem. Menurutnya anggota keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi (disfunctining family). Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam hubungan mereka. Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari sistem keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan (gangguan). Jika hendak menghindari dari keadaan yang tidak fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan emosionalnya.           
2)      Pendekatan Conjoint           
Sedangkan menurut Sarti (1967) masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan dengan harga diri (self-esteem) dan komunikasi. Menurutnya, keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadijika self-esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang lain.           
3)      Pendekatan Struktural        
Minuchin (1974) beranggapan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena struktur kaluarga dan pola transaksi yang dibangunn tidak tepat. Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini batas-batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas.
Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai. Berbagai pandangan para ahli tentang keluarga akan memperkaya pemahaman konselor untuk melihat masalah apa yang sedang terjadi, apakah soal struktur, pola komunikasi, atau batasan yang ada di keluarga, dan sebagainya. Berangkat dari analisis terhadap masalah yang dialami oleh keluarga itu konselor dapat menetapkan strategi yang tepat untuk mambantu keluarga.
2.      Tekhnik dalam konseling keluarga
1.      Tekhnik dengan pendekatan sistem
Teknik Konseling Keluarga dalam Pendekatan Sistem
Pendekatan system yang dikemukakan oleh perez (1979) mengembangkan 10 teknik konseling keluarga, yaitu:   
a.       Sculpting (mematung), yaitu Teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga yang menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga. Klien diberi izin menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa rasa cemas. Sculpting digunakan konselor untuk mengungkapkan konflik keluarga melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaannya melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaannya melalui tindakan (perbuatan). Hal ini bisa dilakukan dengan “the family relationshop tebelau” yaitu anggota keluarga yang “mematung”, tidak memberikan respon apa-apa, selama seorang anggota menyatakan perasaannya secara verbal.
b.      Role playing (bermain peran), Suatu teknik yang memberikan peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain dikeluarga itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak akan terlepas atau terbebas dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaan tertekan dan lain-lai. Peran itu kemudian bisa dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia menghadapai suatu prilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai.
c.       Silence (diam), Apabila anggota berada dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang kehadapan konselor dengan tutup mulut. Kedaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk menunggu suatu gejala prilaku yang akan muncul menunggu munculnya pikiran baru. Disamping itu juga digunakan dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omong dan lain-lain.
d.      Confrontation (konfrontasi),suatu teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling keluarga. Tujuan agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan jujur serta menyadari perasaan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa biasabya yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam suasana yang mungkin saling tuding.
e.       Teaching via Questioning ialah suatu teknik mengajar anggota dengan cara bertanya,. 
f.       Listening (mendengarkan), teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain. Konselor menggunakan teknik ini untuk mendengarkan dengan perhatian terhadap klien. Perhatian tersebut terlihat dari cara duduk konselor yang menghadapkan muka kepada klien, penuh perhatian terhada setiap pernyataan klien, tidak menyela ketika klien sedang serius.
g.      Recapitulating (mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus. Misalnya konselor mengatakan “rupanya ibu merasa rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami anda berkata kasar”.
h.      Summary (menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar konseling bisa berlanjut secara progresif.
i.        Clarification (menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar. Klarifikasi juga terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkap secara samar-samar. Misalnya mislannya konse,or mengatakan kepada jeni, bukan kepada saya”. Biasanya klarifikasi lebih menekankan kepada aspek makna kognitif dari suatu pernyataan verbal klien.
j.        Reflection (refleksi) yaitu cara konselor untuk merefleksikann perasaan yang dinyatakan klien, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya. “tanpaknya anda jengkel dengan prilaku seperti itu”.

2.      Skill Individual yang Perlu Dikuasai Konselor           
a)      Teknik-teknik Yang Berhubungan Dengan Pemahaman Diri
a.       Listening skill (keterampilan mendengarkan)
Keterampilan ini terdiri dari   
1.      Attending, yaitu pernyataan dalam bentuk verbal dan non verbal ketika klien memasuki ruang konselor. menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman dan mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
2.      Paraphrasing, yaitu respon konselor terhadap pesan utama dalam pernyataan klien. Respon tersebu merupakan pernyataan ringkas dalam bahasa konselor sendiri tentang pernyataan klien
3.      Clarfyng, yaitu pengungkapan diri dan memfokuskan diskusi. Konselor memperjelas masalah klien
4.      Perception checking, yaitu menentukan ketepatan pendengaran konselor.

b.      Leading skill (keterampilan memimpin)         
1.      Indirect leading, digunakan dalam awal pembicaraan dimana konselor secara tak langsung memimpin klien,
2.      Direct leading, yaitu memberikan klien dan memperluas diskusi
3.      Focusing, yaitu memfokuskan pembicaraan, mengawasi keragu-raguan, memfokuskan pembiacaraan yang menyebar atau bertele-tele atau bersamar-samar.
4.      Questioning, berhubungan dengan penilikan atau penyelidikan agar klien membuka diri dengan pernyataan-pernyataan yang baru.
c.       Reflecting skill (keterampilan merefleksi)     
1.      Reflecting feeling, yaitu keterampilan merefleksi perasaan klien;
2.      Reflecting experience, yaitu keterampilan merefleksikan pengalaman klien
3.      Reflecting content, yaitu keterampilan dalam mengulang ide-ide klien dengan bahasa yang lebih segar dan memberikan penekanan.
d.      Summarizing skill (keterampilan menyimpulkan)       Yaitu keterampilan konselor dalam menarik kesimpulan-kesimpulan yang menonjol dari pernyataan klien.
e.       Confronting skill (keterampilan mengkonfrontasi)
1.      Pengenala perasaan-perasaan dalam diri konselor, konselor sadar akan pengalaman sendiri dihubungkan dengan pengalaman klien.
2.      Mengkonfrontasikan pengalaman, perasaan dan pemikiran klien yang bertentangan.
3.      Pendapat-pendapat yang mereaksi ekspresi klien, konselor mengkonfrontasikan antara pernyataan dengan ekspresi klien, atau dengan gerakan tubuh, pandangan mata.
4.      Meningkatkan konfrontasi diri
5.      Membuka perasaan-perasaan yang tak jelas (repeating)
6.      Memudahkan munculnya perasaan-perasaan yang tenggelam (associating)
f.       Interpreting skill (keterampilan menafsirkan)
a.       Pertanyaan penafsiran (interpretive questions), memudahkan munculnya kesadaran klien.
b.      Fantasi dan metafora (fantasy and metaphor), yaitu mengandaikan, menyimbolkan ide-ide dan perasaan klien.        
c.       Informing skill (keterampilan menginformasikan)           
a.       Nasehat (advising), yaitu member sugesti dan pandangan berdasarkan pengalaman konselor.
b.      Menginfrmasikan (informing), yaitu memberikan informasi yang valid berdasarkan keahlian konselor.
2.      keterampilan untuk menyenangkan dan menangani krisis, keterampilan ini berhubungan dengan klien atau siapa saja yang mengalami krisis, agar supaya konselor mampu merespon dengan fleksibel, cepat dan aktif, serta mencapai tujuan-tujuan yang terbatas. Skill ini juga berhubungan dengan usaha menyenangkan dan konselor sebagai alatnya.       
a.       Contacting skill (keterampilan mengadakan kontak). Kontak tersebut bisa berupa kontak mata, dan kontak fisik dengan cara memegang bahu klien agar dia merasa senang dan aman. Tetapi kontak tersebut harus didasari oleh kultur, usia, dan keadaan emosinal klien
b.       Reassuring skill (keterampilan menentramkan hati klien) keterampilan ini merupakan usaha konselor untuk meyakinkan akibat logis perbuatannya atau pendekatan. Hal ini merupakan hadiah (reward) bagi klien dan mengurangi stress atau konfliknya. Tujuan teknik ini untuk menanamkan kepercayaan diri klien, memobilisasi kekuatannya, dan mengurangi kecemasan, dan menguatkan prilaku yang diinginkan.
c.       Relaxing skill (keterampilan untuk member relax/santai)
a.       Tegangkan kedua otot tangan beberapa detik, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
b.      Tegangkan otot perut dan dada, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
c.       Tegangkan otot kaki, kemudia kendorkan perlahan-lahan.
d.      Tegangkan otot muka, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
e.       Developing action alternatives, teknik ini adalah mengembangkan laternatif-alternatif dalam mengatasi krisis. Konselor mendorong dan memberanikan klien untuk mempertimbangkan alternative-alternatif yang mungkin dapat dilakukan dalam mengatasi krisisnya. Alternative tersebut hendaknya diarahkan konselor berdasarkan persepsi yang realistic klien. Berdasarkan kenyataan, maka fase mengembangkan tindakan mengambil alternative dalam peristiwa klien yang krisis adalah sebagai berikut:
a.       Mengembangkan persepsi realistic klien terhadap krisis yang dihadapi klien.
b.      Memberikan dorongan untuk mengurangi ketegangan karena adanya krisis dan konflik
c.       Mempertimbangkan semua alternative untuk menagatasi krisis tersebut.
d.      Membuat suatu komitmen tentang perbuatan yang bertujuan mencapai keseimbangan yang beralasan dan kesenangan bagi klien.
e.       Reffering skill (keterampilan mereferal klien) keterampilan berhubungan dengan sulitnya bagi konselor untuk membantu klien yang krisis. Karena itu konselor harus merefer atau mengadakan referral kepada seorang yang ahli terhadap kasus klien tersebut. Jika klien masih muda, mintalah rekomendasi orang tuanya.
3.      Keterampilan untuk Mengadakan Tindakan Posistif dan Perubahan Prilaku Klien
Perubahan prilaku ini adalah masalah teknologi, dan bukan masalah system etika, Metode terapi ini mempunyai karakteristik:
a.       Pendekatan empiric objektif terhadap tujuan-tujuan klien
b.      Perubahan terhadap lingkungan klien      
Mengingat tujuan yang akan dicapai, maka konselor terapi perilaku ditntut keahlian khusus. Adapun keterampilan teknikyang termasuk dalam bagian ini adalah:
·         Modeling. Modeling adalah metode belajar dengan cara mengalami atau memperhatikan perilaku orang lain. Tentu model perilaku yang akan ditiru klien hendaklah yang positif dan sesuai dengan tujuan klien. Adapun prinsif-prinsif umum penggunaan teknik modeling adalah sebagai berikut:
a.       Tentukan dulu model perilaku mana yang menarik bagi klien
b.      Tentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai
c.       Pilihlah model yang terpercaya dan sesuai dengan usia, jenis kelamin dan budaya bangsa.
d.      Tentukan cara simulasi dan praktikum modeling itu
e.       Buat atau persiapkan dulu format modeling, skrip, dan urutan-urutan permainan peranan
f.       Diskusi dengan klien tentang reaksi-reaksinya dalam hal perasaan., belajar dan sugesti.
g.      Klien akan melakukan model itu secara informasi terus menerus hingga ia berhasil.
·         Rewarding skill (keterampila memberikan reward atau ganjaran) keterampilan ini bertujuan untuk memberikan penguat (reinforcement).
·         Contracting skill (keterampilan mengadakan persetujuan dengan klien). Kontrak adalah suatu persetujuan (agreement) dengan klien tentang tugas-tugas khusus. Peran reward disini amat penting.


C.    Tekhnik Dasar Konseling Keluarga
Tekhnik dasar yang digunakan dalam konseling kelurga tidak berbeda jauh dari tekhnik dasar konseling pada umumnya, hanya saja lingkupnya berbeda yaitu keluarga
1.      Perilaku Attending, Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Contoh: anggukan jika setuju dtenang, ceria, senyum
2.      Empati, kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.Terdapat dua macam empati, yaitu :
·         Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.
·         Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut.
3.      Refleksi, teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :
·         Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
·         Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
·         Refleksi pengalaman
4.      Eksplorasi, teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu pikiran,perasaan dan pengalaman konseli.
5.      Menangkap Pesan (Paraphrasing), teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor. Tujuan paraphrasing adalah untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien, mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan, memberi arah wawancara konseling dan pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
6.      Pertanyaan Terbuka (Opened Question), teknik untuk memancing konseli agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah. Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan?
7.      Pertanyaan Tertutup (Closed Question), tujuan pertanyaan tertutup untuk mengumpulkan informasi, menjernihkan atau memperjelas sesuatu dan menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
8.      Dorongan minimal (Minimal Encouragement), teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien
9.      Interpretasi,  teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebu
10.  Mengarahkan (Directing), teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
11.  Menyimpulkan Sementara (Summarizing), tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan, menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, meningkatkan kualitas diskusi dan mempertajam fokus pada wawancara konseling.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pelayanan konseling keluarga adalah untuk membantu keluarga menjadi bahagia dan sejahtera dalam mencapai kehidupan efektif sehari-hari. Konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua anggota keluarga.
Seorang konselor harus emiliki kemampuan berfikir cerdas, berwawasan yang luas, serta komunikasi yang tangkas dengan penerapan moral yang laras dengan penerapan teknik-teknik konseling yang tangkas, terlatih dan terampil dalam melaksanakan konseling keluarga, yang mampu menampilkan ciri-ciri karakter dan kepribadian untuk menangani interaksi yang kompleks pasangan yang sedang konflik dan mendapatkan latihan untuk memiliki keterampilan khusus, memiliki pengetahuan yang logis tentang hakikat keluarga den kehidupan berkeluarga dengan jiwa  yang terbuka dan fleksibel dalam melaksanakan konseling keluarga serta harus obyektif setiap saat dalam menelaah dan menganalisa masalah.
Dengan demikian, konselor akan mudah dalm melakukan pelayanan dengan menggunakan prosedur yang sistematis, penerapan tekhnik yang baikd engan mengandalkan ketrampilan yang ada sehingga tercapai tujuan dari pelayanan konseling itu sendiri, yaitu mampu membantu mengentaskan permasalahn konseli yang berkaitan dengan kelurga secara optimal.
B.     Saran
Untuk mewujudkan keberhasilan pelayanan konseling kelurga yang baik dan optimal, maka konselor harus memilki kesiapan dan pengalaman yang baik dalam pengentasan masalh konseli. Konseli harus jeli dengan permasasalahn konseli dan berusaha semaksimal mungkin dengan memanfaatkan segala sarana yang ada dan memanfaatkan tekhnik dengan baik serta mengusai berbagai ketrampilan konseling.



Daftar Pustaka

Anonim. 2010. Konseling keluarga. http://scorvey037.blogspot.com/2010/04/konseling-keluarga.html. di akses 19 desember 2013.

Anonim. 2013. Tekhnik Dasar Konseling. http://siswady.wordpress.com/makalah/tehnik-dasar-konseling/. di akses 20 Desember 2013.

Aderahmatillah. 2012. BK Keluarga.    http://aderahmatillahconseling.wordpress.com/bimbingan-konseling-keluarga/. Di akses 20 Desember 2013.

Latipun. (2006). Psikologi Konseling Edisi Ketiga. Malang : UMM Press.

Salamah, Ridha dan Abu Zaid. 2008. Membangun Keluarga. Ciputat: Wadi Press.

Sochib, Moh. (1998). Pola Asuh Orangtua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta : Rineka Cipta

S. Willis, Sofyan. 2009. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta
        
     




Back To Top