Teknik-Teknik Konseling Keluarga
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II PEMBAHASAN
2
A.
PROSES
DALAM KONSELING KELUARGA
2
B. TAHAPAN DALAM KONSELING KELUARGA
3
C.
KESALAHAN UMUM DALAM KONSELING KELUARGA.....................................7
BAB III PENUTUP...................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat khususnya
keluarga, tidak akan pernah lepas dari sistem nilai yang ada di masyarakat
tertentu. Sistem nilai menentukan perilaku anggota masyarakat. Berbagai sistem
nilai ada di masyarakat yaitu: a) nilai agama saat ini degradasi terhadap agama
sangat terasas sekali, semua agama merasakan bahwa kebanyakan umatnya kurang
setia pada agama yang dianutnya. b) degradasi nilai adat istiadat, yang sering
disebut tata susila atau kesopanan, hal ini dapat dibuktikan pada perilaku
anak-anak, remaja saat ini. c) degradasi nilai-nilai sosial, sebagaimana kita
saksikan saat ini, masyrakat sangat individualis mementingkan diri sendiri
dalam segala hal, enggan berbagi harta, pikiran ,saran dan pendapat, tidak mau
bergaul terutama dengan orang rendahan, memutusan tali silaturrahmi terutama
dengan keluarga. d) degradasi kesakralan keluarga, seperti yang kita lihat saat
ini banyak sekali kekisruhan keluarga, banyak sekali kasus suami membunuh
istrinya, dan sebaliknya, ayah membunuh anaknya dan sebaliknya.
Namun tak dapat dipungkiri, bahwa
keluarga modern mempunyai ciri utama kemajuan dan perkembangan di bidang
pendidikan, ekonomi dan pergaulan. Kebanyakan keluarga modern berada di
perkotaan, mungkin juga ada keluarga modern tinggal di pedesaan, akan tetapi
jarang berinteraksi dengan masyrakat pedesaan. Kelengkapan alat transportasi
dan komunikasi memungkinkan mereka cepat berinteraksi di kota yaitu dengan
keluarga lainnya. Namun dibalik semua itu, terdapat krisis keluarga, artinya
kehidupan keluarga dalam keadaan kacau, tak teratur dan terarah, orang tua
kehilangan kewibawaan untuk mengendalikan kehidupan anak-anaknya terutama
remaja. Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya krisis keluarga
yaitu: kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga terutama ayah dan
ibu, sikap egosentrisme, masalah ekonomi, masalah kesibukan, masalah
pendidikan, masalah perselingkuhan, jauh dari agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROSES KONSELING KELUARGA
Proses konseling keluarga berbeda
dengan konseling individual karena ditentukan oleh berbagai faktor seperti
jumlah kliennya (anggota keluarga) lebih dari seorang. Relasi antar anggota
keluarga amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan
diri (partisipan penuh) dalam dinamika konseling keluarga. Berdasarkan
kenyataan, ada lima jenis relasi atau hubungan dalam konseling keluarga yaitu:
- Relasi
seorang konselor dengan klien
- Relasi
satu klien dengan klien lainnya
- Relasi
konselor dengan sebagaimana kelompoks
- Relasi
konselor dengan keseluruhan anggota keluarga dan
- Relasi
antar sebagaimana kelompok dengan sebagaimana kelompok anggota lain,
misalnya ibu memihak anak laki-laki dan ayah memihak anak perempuan.
Di dalam konseling keluarga konseor
diharapkan mempunyai kemampuan profesional untuk mengantisipasi perilaku
keseluruhan anggota keluarga yang terdiri dari berbagai kualitas emosional dan
kepribadianya. Konseor yang profesional mempunyai karalteristik yaiti:
(a) ilmu konseling dan ilmu lain yang berkaitan dengan berwawasan. (b)
keterampilan konseling, (c) kepribadian konselor yang terbuka, menerima apa
adanya dan ceria.
Dengan kemampuan ini, diharapkan konselor dapat melakukan
tugasnya dalam beberapa hal yaitu :
1.
Mampu mengembangkan mengembangkan komunikasi
antara anggota keluarga yang tadinya terhambat oleh emosi-emosi tertentu
2.
Mampu membantu mengembangkan
penghargaan anggota keluarga terhadap potensi anggota lain sesuai dengan
realitas yang ada pada diri dan lingkungannya
3.
Dalam hubungan konseling, klien
berhasil menemukan dan memahami potensi, keunggulan, kelebihan yang ada pada
dirinya dan mempunyai wawasan dan alternatif rencana untuk pengembangannya atas
bantuan semua anggota keluarga
4.
Mampu membantu agar klien dapat
menurunkan tingkat hambatan emosional
dan kecemasan serta menemukan, memahami, dan memecahkan masalah dan kelemahan
yang dialaminya dengan bantuan anggota lainnya.
Untuk melaksanakan keempat tugas konselor keluarga
seperti yang dikemukakan tadi, penting sekali adanya proses konseling yang
berjalan secara bertahap. Dalam proses
konseling itu, komunikasi konselor dengan klien/anggota keluarga dan
komunikasi antara anggota keluarga adalah wahan yang amat penting yang diwarnai
oleh suasana afektif dan interaksi yang mengandung kualitas emosional, akan
tetapi lama-kelamaan berubah menjadi prilaku rasional.
B. TAHAPAN KONSELING KELUARGA
Secara umum proses konseling
berjalan menurut tahapan berikut:
- Pengembangan Rapport
Hubungan konseling pada tahap awal
seharusnya diupayakan pengembangan rapport
yang merupakan suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya,
sehingga menimbulkan keterbukaan diri klien. Upaya-upaya tersebut ditentukan
oleh aspek-aspek diri konselor yakni: kontak mata, perilaku non verbal
(perilaku attending, bersahabat/akrab, hangat, luwes, keramahan, senyum,
menerima, jujur/asli, penuh perhatian), bahasa
lisan, atau verbal (sapaan sesuai dengan teknik-teknik
konseling), seperti ramah menyapa, senyum dan bahasa lisan yang halus.
Tujuan menciptakan suasana rapport
dalam hubungan konseling adalah agar suasana konseling itu memberikan
keberanian dan kepercayaan diri klien untuk menyampaikan isi hati, perasaan,
kesulitan dan bahkan rahasia batinnya kepada konselor.
2. Pengembangan Apresiasi Emosional
Anggotakeluarga yang sedang
mengikuti konseling keluarga dan semua anggota keluarga semua terlibat, maka
akan terjadi interaksi yang dinamik diantara mereka, serta memiliki keinginan
yang kuat untuk memecahkan masalah meraka dan merek mampu saling menghargai
perasaan masing-masing. Ada dua teknik konseling keluarga yang efektif yaitu
sculpting dan role playing kedua teknik ini memberikan peluang bagi
pernyataan-pernyataan emosi tertekan, dan penghargaan terhadap luapan emosi
masing-masing anggota keluarga. Dengan demikian, segala kecemasan dan
ketegangan psikis dapat mereda, sehingga memudahkan untuk treatment konselor
dan rencana anggota keluarga.
3. Pengembangan Alternatif Modus
Perilaku
Pada pengembangan alternatif
ini yaitu mempraktikan temuan baru dari semua anggota keluarga, yang bisa
dijadikan alternatif perilaku yang baru di keluarga. Aplikasi perilaku tersebut
dilakukan melalui praktek di rumah. Mungkin konselor memberi suatu daftar
perilaku baru yang akan dipraktikan selama satu minggu, kemudian melaporkannya
pada sesi konseling keluarga berikutnya. Tugas ini juga sering disebut home
assignment (pekerjaan rumah).
Menurut Brammer ( S. Willis, 2011)
pada prinsipnya proses konseling itu terdiri atas dua fase dasar yakni : fase
membina hubungan konseling dan memperlancar tindakan positif.
4. Fase Membina Hubungan Konseling
Fase ini amat penting di dalam
proses konseling, dan keberhasilan tujuan konseling secara efektif ditentukan
oleh keberhasilan konselor dalam membina hubungan konseling yang dilakukan dari
tahap awal dan tahap berikutnya. Di samping itu, sikap konselor amat penting
selain teknik konseling. Adapun sikap penting dari konselor adalah :
a.
Acceptance, yaitu
menerima klien secara ikhlas tanpa pertimbangan jenis kelamin, pekerjaan dan
lainya.
b.
Unconditional
positive regard, yaitu menghargai klien tanpa syarat
c.
Genuine, yaitu
konselor asli dan jujur dengan dirinya sendiri
d.
Empati, artinya dapat merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain.
Secara berurutan, proses hubungan
konseling dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) konseli memasuki ruang
konseling, kemudian konselor mempersiapkan klien supaya siap dibimbing. (2)
tahap klarifikasi, klien mengungkapkan alasan kedatangannya, sebelum klien
mengungkapkan harapan-harapannya, (3) tahap struktur, konselor mengdakan
kotrak, waktu yang akan digunakan, biaya dan kerahasiaan. (4) tahap
meningkatkan relasi atau hubungan konseling, hal ini dilakukan untuk memudahkan
bagi pembinaan bantuan kepada klien.
5. Memperlancar Tindakan Positif
Fase ini terdiri dari bagian-bagian
sebagai berikut:
- Eksplorasi,
mengeksplorasi dan menelusuri masalah, menetapkan tujuan konseling,
menetapkan strategis, mengupulkan fakta, mengungkapkan perasaan-perasaan
klien yang lebih dalam, mengajarkan keterampilan baru konsolidasi,
menjelajah alternatif, mengungkap perasaan-perasaan dan melatih skill yang
baru.
- Perencanaan
bagi klien, dengan tujuan memecahkan masalah, mengurangi perasaan-perasaan
yang menyedihkan/menyakitkan, mengkosolidasi skill baru atau perilaku baru
untuk mencapai aktivitas diri klien.
- Sebagai
penutup, yaitu mengevaluasi hasil konseling, menutup hubungan konseling.
Secara garis
besar ada tiga tahap konseling keluarga yaitu:
- Wawancara
tahap awal
Pada tahap ini, konselor mengawali
kontak dengan salah seorang anggota keluarga. Seringkali anggota keluarga yang
yang mulai mengontak konselor melaliu telepon dengan menyampaikan
problem-problem yang dialaminya dalam bentuk keluhan-keluhan yang berhubungan
dengan biologis, psikologis, dan hubungan anterpribadi. Oleh karena
keluhan-keluhan yang disampaikan oleh anggota keluarga berhubungan dengan
kehidupan keluarga, konsekuensinya kebanyakan konselor memilih untuk mengundang
setiap orang yang tinggal dalam system keluarga itu untuk datang bersama-sama
dalam wawancara konseling tahap awal. Pertemuan ini dimaksudkan untuk
mengumpulkan data dari tangan pertama mengenai pola-pola kerjasama keluarga dan
strategi untuk mengatasi stress, yang pada gilirannya akan digunakan pada
situasi wawncara konseling sebenarnya.
2.
Wawncara tahap pertengahan
Pada tahap ini konselor berperan
sebagai pembimbing dan pengarah, tetapi senantiasa berupaya menghindari
mengambil alih peran orangtua. Konselor harus bersikap netral dan menahan diri
untuk tidak mencampuri urusan pribadi seorang anggota keluarga, memfasilitasi
komunikasi yang terbuka dan menyenangkan, serta mengajak setiap anggota
keluarga untuk berpartisipasi dalam proses konseling. Di lain pihak setiap
anggota keluarga harus bersedia terbuka dan mengurangi sikap-sikap permusuhan
atau konflik-konflik. Dengan begitu, setiap anggota keluarga akan mulai menyadari
bahwa hubungan-hubungan yang tidak menyenangkan yang dapat diubah,
dikurangi bahkan dihilangkan. Hasil keseluruhan yang diharapkan dari fase
pertengahan dalam konseling adalah kesiapan terbaik untuk menerima ide-ide
perubahan dan keinginan yang lebih meningkat untuk turut aktif mencapai hasil
positif yang diharapkan dari konseling keluarga.
3.
Wawancara tahap akhir
Konseling keluarga membutuhkan waktu
bebrapa session mingguan atau bulanan. Konseling keluarga dapat dihentikan
apabila anggota keluarga yang terlibat dalam proses konseling keluarga bisa
bekerja sam dengan baik sebagai suatu kelompok untuk menelesaikan
masalah-masalah mereka dan mengubah perilaku-perilaku yang destruktif. mereka
juga telah mampu mengembangkan suatu internal support system dan tidak
bergantung kepada orang lain, termasuk tidak bergantung kepada konselor.
Selain itu, mereka telah mampu berkomunikasi secara terbuka, eksplisit, dan
jelas. Mampu melakukan peranan masing-masing secara fleksibel, dan setiap
anggota keluarga mampu menyeimbangkan antara hak dan kewajibannya masing-masing
dalam keluarga.
C.
KESALAHAN UMUM DALAM KONSELING
KELUARGA
Crane (1995) mengemukakan sejumlah
kesalahan umum dalam penyelenggaraan konseling keluarga diantaranya sebagai
berikut:
- Tidak
berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua orangtua) untuk
mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi.
- Pertama
kali orangtua dan anak dating ke konselor bersama-sama, konselornya suatu
saat berkata hanya orangtua dan anak tidak perlu turut dalam proses,
sehingga menampakkan ketidak peduliannya terhadap apa yang menjadi
perhatian anak.
- Mengilmiahkan
dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan pandangannya kepada orangtua
dan bukan menunjukkan cara penanganan masalah yang dihadapi dalam situasi
kehidupan yang nyata.
- Melihat/
mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orangtua, bukan
mengajarkan cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang terjadi.
- Mengajarkan
teknik modifikasi perilaku pada keluarga yang terlalu otoritarian atau
terlalu membiarkan dalam interaksi mereka.
Kesalahan-kesalahan
dalam konseling keluarga semacam di atas sepatutnya dihindari untuk memperoleh
hasil yang lebih baik. Konselor tentunya diharapkan melakukan evaluasi secara
terus-menerus terhadap apa yang dilakukan dan bagaiman hasil yang dicapai dari
usahanya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses konseling keluarga berbeda
dengan konseling individual karena ditentukan oleh berbagai faktor seperti
jumlah kliennya (anggota keluarga) lebih dari seorang. Relasi antar anggota
keluarga amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan
diri (partisipan penuh) dalam dinamika konseling keluarga
Secara umum proses konseling berjalan menurut tahapan
berikut:
a.
Pengembangan Rapport
b.
Pengembangan Apresiasi Emosional
c.
Pengembangan Alternatif Modus
Perilaku
d.
Fase Membina Hubungan Konseling
e.
Memperlancar Tindakan Positif
Kesalahanumum dalam penyelenggaraan
konseling keluarga diantaranya sebagai berikut:
- Tidak
berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua orangtua)
- konselornya
suatu saat berkata hanya orangtua dan anak tidak perlu turut dalam proses,
- Mengilmiahkan
dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan pandangannya kepada orangtua
- Melihat/
mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orangtua, bukan mengajarkan
cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang terjadi.
- Mengajarkan
teknik modifikasi perilaku pada keluarga yang terlalu
DAFTAR
PUSTAKA
Harum,
Akhmad. 2012. ETIKA DAN TAHAP TAHAP
KONSELING KELUARGA. Bimbingan Dan Konseling Universitas Negeri Makassar
(Online)(http://bukunnq.wordpress.com/etika-dan-tahap-tahap-konseling-keluarga/di
akses pada tanggal 23/12/2013/)
Kartamuda,
E. Fatchiah. 2009. Konseling Pernikahan
Untuk Keluarga Indonesia. Jakarta : Salemba Humanika
S.
Willis, Sofyan. 2011. Konseling
Keluarga (Family Counseling).
Bandung : Alfabeta
------------------------.
2013. Konseling Keluarga. (online)