Konseling Keluarga
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari hari, banyak
dijumpai yang namanya masalah dari setiap aspek kehidupan, yang mana setiap
manusia pasti berkenalan dengan masalah, konflik dan situasi/kejadian yang
tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
sekitar. Hal ini merupakan hal yang wajar sebagai suatu tahapan dari pengalaman
hidup dan perkembangan diri seseorang. Oleh karena itu, kita semua pasti
mengalami atau memiliki saat-saat dimana diri kita merasa sulit (sedih, kecewa,
tidak bersemangat, stres, depresi dll) ataupun malah sebaliknya merasa takut,
cemas, terlalu bersemangat dll.
Banyak kejadian-kejadian dalam hidup ini
yang dapat maupun tidak dapat dihindari yang membuat kita merasakan hal-hal
seperti diatas. Ada kalanya pula kita dapat mengatasi masalah atau perasaan
tersebut dengan baik namun ada kalanya dimana kita merasa stuck, bingung, cemas
tanpa tahu harus mengadu kemana dan berfikir bahwa tidak ada seorang pun yang
dapat membantu.
Konseling merupakan salah satu cara yang
tepat untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan dalam hidup.
Konseling membantu kita untuk mengidentifikasi masalah, mencari solusi atau
alternatif yang tepat dan menyadarkan akan adanya potensi dari setiap manusia
untuk dapat mengatasi berbagai permasalahannya sendiri.
Salah satu aspek kehidupan yang ada di
sekitar kita adalah keluarga, begitu halnya dengan yang lain, kelurga
memberikan kontribusi yang sangat besar bagi diri individu untuk berkembang dan
sejahtera. Namun, tidak di pungkiri juga kerap sekali dijumpai adanya masalah
dalam keluarga, yang juga berpengaruh terhadap situasi dalam kelurga tersebut.
Yang mana masalah ini di sebabkan oleh banyak faktor. Oleh karena banyaknya
masalah dalam kehidupan bermasyarakat, kita perlu memahami hal-hal yang
berhubungan dengan konseling, khususnya konseling keluarga. Sehingga tercipta
suasana kelurga yang harmonis, rukun, sejahtera sakinah, mawaddah wa rahmah.
Yang mana selalu di impikan oleh setiap keluarga.
PEMBAHASAN
A. Prosedur Konseling
Keluarga
Secara umum
proses konseling keluarga berjalan menurut tahapan berikut :
Ã
Pengembangan raport merupakan
suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya sehingga
menimbulkan keterbukaan diri klien.
Ã
Pengembangan apresiasi emosional
artinya dengan adanya komunikasi yang baik maka antara anggota keluarga dapat
menghargai perasaan masing-masing dan dengan keinginan agar masalah yang
dihadapi dapat mereka selesaikan.
Ã
Pengembangan alternatif modus
perilaku artinya konselor memberikan aplikasi perilaku yang harus dilakukan
oleh seluruh anggota keluarga.
Ã
Fase pembinaan hubungan
Ã
Memperlancar tindakan positif
Pada mulanya seorang klien datang ke konselor untuk
mengkonsultasikan masalahnya. Biasanya datang pertama kali ini lebih bersifat
”identifikasi pasien”. Tetapi untuk tahap penanganan (treat) diperlukan
kehadiran anggota keluarganya. Menurut Satir tidak mungkin mendengarkan peran,
status, nilai, dan norma keluarga atau kelompok jika tidak ada anggita keluarga
yang hadir. Jadi dalam pandangan ini anggota keluarga yang lain harus datang ke
konselor (Brammer dan Shostrom, 1982).
Kehadiran klien ke konselor dapat
dilangsungkan sampai 3 kali dalam seminggu. Tahapan konselinh keluarga secara
garis besar dikemukakan oleh Crane (1995:231-232) yang mencoba menyusun tahapan
konseling keluarga untuk mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi
problem, Crane menggunakan pendekatan behavioral yang disebutkan terdapat 4
tahap secara berturut-turut sebagai berikut:
a.
orangtua membutuhkan
untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku alternatif. Hal ini dapat
dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sessi pengajaran.
b. Setelah orangtua membaca tentang prinsip dan atau telah dijelaskan
materinya konselor menunjukkan kepada orangtua bagaimana cara
mengimplementasikan ide tersebut. Pertama kali mengajarkan kepada anak,
sedangkan orangtua melihat bagaimana melakukannya sebagai ganti pembicaraan
tentang bagaimana hal itu dikerjakan.
c. Secara tipikal orangtua akan membutuhkan contoh yang menunjukkan bagaimana
mengkonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat penting menunjukkan kepada
orangtua yang kesulitan memahami dan menerapkan cara yang tepat dalam
memperlakukan anaknya
d. Selanjutnya orangtua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah
mereka pelajari menggunakan situasi sessi terapi. Terapis selama ini dapat
memberi koreksi jika dibutuhkan.
e.
Setelah terapis
memberi contoh kepada orangtua cara menangani anak secara tepat orangtua
mencoba menerapkannya dirumah. Saat dicoba dirumah konselor dapat melakukan
kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai. Jika masih diperlukan
penjelasan lebih lanjut terapis dapat memberi contoh lanjutan girumah dan
diobservasi orangtua, selanjutnya orangtua mencoba sampai mereka merasa dapat
menangani kesulitannya, mengatasi masalah sehubungan dengan masalah anaknya.
B.
Pendekatan
dan tekhnik dalam konseling keluarga
1.
Pendekatan
konseling keluarga
Untuk memahami mengapa suatu keluarga
bermasalah dan bagaimana cara mengatasi masalah-masalah keluarga tersebut,
berikut akan dideskripsikan secara singkat beberapa pendekatan konseling
keluarga. Tiga pendekatan konseling keluarga yang akan diuraikan berikut ini,
yaitu Pendekatan Sistem Keluarga, conjoint, dan struktural.
1)
Pendekatan
Sistem Keluarga
Murray Bowen merupakan peletek dasar
konseling keluarga pendekatan sistem. Menurutnya anggota keluarga itu
bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi (disfunctining family). Keadaan
ini terjadi karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran
dan harapan yang mengatur dalam hubungan mereka. Menurut Bowen, dalam keluarga
terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan
itu dapat pula membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada
individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari sistem
keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya mengalami
kesulitan (gangguan). Jika hendak menghindari dari keadaan yang tidak
fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan demikian
dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan emosionalnya.
2)
Pendekatan
Conjoint
Sedangkan menurut Sarti (1967) masalah
yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan dengan harga diri (self-esteem)
dan komunikasi. Menurutnya, keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan
komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadijika self-esteem yang dibentuk
oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi yang terjadi di keluarga itu
juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini berangkat dari asumsi
bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan
mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang lain.
3)
Pendekatan
Struktural
Minuchin (1974) beranggapan bahwa
masalah keluarga sering terjadi karena struktur kaluarga dan pola transaksi
yang dibangunn tidak tepat. Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi
ini batas-batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas.
Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai. Berbagai pandangan para ahli tentang keluarga akan memperkaya pemahaman konselor untuk melihat masalah apa yang sedang terjadi, apakah soal struktur, pola komunikasi, atau batasan yang ada di keluarga, dan sebagainya. Berangkat dari analisis terhadap masalah yang dialami oleh keluarga itu konselor dapat menetapkan strategi yang tepat untuk mambantu keluarga.
Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai. Berbagai pandangan para ahli tentang keluarga akan memperkaya pemahaman konselor untuk melihat masalah apa yang sedang terjadi, apakah soal struktur, pola komunikasi, atau batasan yang ada di keluarga, dan sebagainya. Berangkat dari analisis terhadap masalah yang dialami oleh keluarga itu konselor dapat menetapkan strategi yang tepat untuk mambantu keluarga.
2.
Tekhnik
dalam konseling keluarga
1.
Tekhnik
dengan pendekatan sistem
Teknik Konseling Keluarga dalam
Pendekatan Sistem
Pendekatan system yang dikemukakan oleh perez (1979) mengembangkan 10 teknik konseling keluarga, yaitu:
Pendekatan system yang dikemukakan oleh perez (1979) mengembangkan 10 teknik konseling keluarga, yaitu:
a. Sculpting
(mematung), yaitu Teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga yang
menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah hubungan
diantara anggota-anggota keluarga. Klien diberi izin menyatakan isi hati dan
persepsinya tanpa rasa cemas. Sculpting digunakan konselor untuk mengungkapkan
konflik keluarga melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga
mengungkapkan perasaannya melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga
mengungkapkan perasaannya melalui tindakan (perbuatan). Hal ini bisa dilakukan
dengan “the family relationshop tebelau” yaitu anggota keluarga yang
“mematung”, tidak memberikan respon apa-apa, selama seorang anggota menyatakan
perasaannya secara verbal.
b. Role
playing (bermain peran), Suatu teknik yang memberikan peran tertentu kepada
anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain dikeluarga itu,
misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak akan terlepas
atau terbebas dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaan tertekan dan
lain-lai. Peran itu kemudian bisa dikembalikan lagi kepada keadaan yang
sebenarnya jika ia menghadapai suatu prilaku ibunya yang mungkin kurang ia
sukai.
c. Silence
(diam), Apabila anggota berada dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu
anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang kehadapan
konselor dengan tutup mulut. Kedaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk
menunggu suatu gejala prilaku yang akan muncul menunggu munculnya pikiran baru.
Disamping itu juga digunakan dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omong
dan lain-lain.
d. Confrontation
(konfrontasi),suatu teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan
pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling
keluarga. Tujuan agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan jujur
serta menyadari perasaan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa biasabya
yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam suasana yang mungkin saling
tuding.
e. Teaching
via Questioning ialah suatu teknik mengajar anggota dengan cara
bertanya,.
f. Listening
(mendengarkan), teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga
didengarkan dengan sabar oleh yang lain. Konselor menggunakan teknik ini untuk
mendengarkan dengan perhatian terhadap klien. Perhatian tersebut terlihat dari
cara duduk konselor yang menghadapkan muka kepada klien, penuh perhatian
terhada setiap pernyataan klien, tidak menyela ketika klien sedang serius.
g. Recapitulating
(mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan
yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu
kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus. Misalnya konselor
mengatakan “rupanya ibu merasa rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami
anda berkata kasar”.
h. Summary
(menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan
menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar
konseling bisa berlanjut secara progresif.
i.
Clarification
(menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu
pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar. Klarifikasi juga
terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkap secara samar-samar. Misalnya
mislannya konse,or mengatakan kepada jeni, bukan kepada saya”. Biasanya
klarifikasi lebih menekankan kepada aspek makna kognitif dari suatu pernyataan
verbal klien.
j.
Reflection (refleksi)
yaitu cara konselor untuk merefleksikann perasaan yang dinyatakan klien, baik
yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya. “tanpaknya anda jengkel dengan
prilaku seperti itu”.
2.
Skill
Individual yang Perlu Dikuasai Konselor
a)
Teknik-teknik
Yang Berhubungan Dengan Pemahaman Diri
a. Listening
skill (keterampilan mendengarkan)
Keterampilan ini terdiri dari
Keterampilan ini terdiri dari
1.
Attending, yaitu
pernyataan dalam bentuk verbal dan non verbal ketika klien memasuki ruang
konselor. menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata,
bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat meningkatkan
harga diri klien, menciptakan suasana yang aman dan mempermudah ekspresi
perasaan klien dengan bebas.
2.
Paraphrasing, yaitu
respon konselor terhadap pesan utama dalam pernyataan klien. Respon tersebu
merupakan pernyataan ringkas dalam bahasa konselor sendiri tentang pernyataan
klien
3.
Clarfyng, yaitu
pengungkapan diri dan memfokuskan diskusi. Konselor memperjelas masalah klien
4.
Perception checking,
yaitu menentukan ketepatan pendengaran konselor.
b.
Leading skill
(keterampilan memimpin)
1.
Indirect leading,
digunakan dalam awal pembicaraan dimana konselor secara tak langsung memimpin
klien,
2.
Direct leading, yaitu
memberikan klien dan memperluas diskusi
3.
Focusing, yaitu
memfokuskan pembicaraan, mengawasi keragu-raguan, memfokuskan pembiacaraan yang
menyebar atau bertele-tele atau bersamar-samar.
4.
Questioning,
berhubungan dengan penilikan atau penyelidikan agar klien membuka diri dengan
pernyataan-pernyataan yang baru.
c.
Reflecting skill
(keterampilan merefleksi)
1.
Reflecting feeling,
yaitu keterampilan merefleksi perasaan klien;
2.
Reflecting experience,
yaitu keterampilan merefleksikan pengalaman klien
3.
Reflecting content,
yaitu keterampilan dalam mengulang ide-ide klien dengan bahasa yang lebih segar
dan memberikan penekanan.
d.
Summarizing skill
(keterampilan menyimpulkan) Yaitu
keterampilan konselor dalam menarik kesimpulan-kesimpulan yang menonjol dari
pernyataan klien.
e.
Confronting skill
(keterampilan mengkonfrontasi)
1.
Pengenala
perasaan-perasaan dalam diri konselor, konselor sadar akan pengalaman sendiri
dihubungkan dengan pengalaman klien.
2.
Mengkonfrontasikan
pengalaman, perasaan dan pemikiran klien yang bertentangan.
3.
Pendapat-pendapat yang
mereaksi ekspresi klien, konselor mengkonfrontasikan antara pernyataan dengan
ekspresi klien, atau dengan gerakan tubuh, pandangan mata.
4.
Meningkatkan
konfrontasi diri
5.
Membuka perasaan-perasaan
yang tak jelas (repeating)
6.
Memudahkan munculnya
perasaan-perasaan yang tenggelam (associating)
f.
Interpreting skill
(keterampilan menafsirkan)
a.
Pertanyaan penafsiran
(interpretive questions), memudahkan munculnya kesadaran klien.
b.
Fantasi dan metafora (fantasy
and metaphor), yaitu mengandaikan, menyimbolkan ide-ide dan perasaan klien.
c.
Informing skill
(keterampilan menginformasikan)
a.
Nasehat (advising),
yaitu member sugesti dan pandangan berdasarkan pengalaman konselor.
b.
Menginfrmasikan
(informing), yaitu memberikan informasi yang valid berdasarkan keahlian
konselor.
2.
keterampilan untuk
menyenangkan dan menangani krisis, keterampilan ini berhubungan dengan klien
atau siapa saja yang mengalami krisis, agar supaya konselor mampu merespon
dengan fleksibel, cepat dan aktif, serta mencapai tujuan-tujuan yang terbatas.
Skill ini juga berhubungan dengan usaha menyenangkan dan konselor sebagai
alatnya.
a.
Contacting skill
(keterampilan mengadakan kontak). Kontak tersebut bisa berupa kontak mata, dan
kontak fisik dengan cara memegang bahu klien agar dia merasa senang dan aman.
Tetapi kontak tersebut harus didasari oleh kultur, usia, dan keadaan emosinal
klien
b.
Reassuring skill (keterampilan menentramkan
hati klien) keterampilan ini merupakan usaha konselor untuk meyakinkan akibat
logis perbuatannya atau pendekatan. Hal ini merupakan hadiah (reward) bagi
klien dan mengurangi stress atau konfliknya. Tujuan teknik ini untuk menanamkan
kepercayaan diri klien, memobilisasi kekuatannya, dan mengurangi kecemasan, dan
menguatkan prilaku yang diinginkan.
c.
Relaxing skill
(keterampilan untuk member relax/santai)
a.
Tegangkan kedua otot
tangan beberapa detik, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
b.
Tegangkan otot perut
dan dada, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
c.
Tegangkan otot kaki, kemudia
kendorkan perlahan-lahan.
d.
Tegangkan otot muka,
kemudian kendorkan perlahan-lahan.
e.
Developing action
alternatives, teknik ini adalah mengembangkan laternatif-alternatif dalam
mengatasi krisis. Konselor mendorong dan memberanikan klien untuk
mempertimbangkan alternative-alternatif yang mungkin dapat dilakukan dalam
mengatasi krisisnya. Alternative tersebut hendaknya diarahkan konselor
berdasarkan persepsi yang realistic klien. Berdasarkan kenyataan, maka fase
mengembangkan tindakan mengambil alternative dalam peristiwa klien yang krisis
adalah sebagai berikut:
a.
Mengembangkan persepsi
realistic klien terhadap krisis yang dihadapi klien.
b.
Memberikan dorongan
untuk mengurangi ketegangan karena adanya krisis dan konflik
c.
Mempertimbangkan semua
alternative untuk menagatasi krisis tersebut.
d.
Membuat suatu komitmen
tentang perbuatan yang bertujuan mencapai keseimbangan yang beralasan dan
kesenangan bagi klien.
e.
Reffering skill
(keterampilan mereferal klien) keterampilan berhubungan dengan sulitnya bagi
konselor untuk membantu klien yang krisis. Karena itu konselor harus merefer
atau mengadakan referral kepada seorang yang ahli terhadap kasus klien
tersebut. Jika klien masih muda, mintalah rekomendasi orang tuanya.
3.
Keterampilan untuk
Mengadakan Tindakan Posistif dan Perubahan Prilaku Klien
Perubahan prilaku ini adalah masalah teknologi, dan bukan masalah system etika, Metode terapi ini mempunyai karakteristik:
Perubahan prilaku ini adalah masalah teknologi, dan bukan masalah system etika, Metode terapi ini mempunyai karakteristik:
a.
Pendekatan empiric
objektif terhadap tujuan-tujuan klien
b.
Perubahan terhadap
lingkungan klien
Mengingat tujuan yang akan dicapai, maka konselor terapi perilaku ditntut keahlian khusus. Adapun keterampilan teknikyang termasuk dalam bagian ini adalah:
Mengingat tujuan yang akan dicapai, maka konselor terapi perilaku ditntut keahlian khusus. Adapun keterampilan teknikyang termasuk dalam bagian ini adalah:
·
Modeling. Modeling
adalah metode belajar dengan cara mengalami atau memperhatikan perilaku orang
lain. Tentu model perilaku yang akan ditiru klien hendaklah yang positif dan
sesuai dengan tujuan klien. Adapun prinsif-prinsif umum penggunaan teknik
modeling adalah sebagai berikut:
a.
Tentukan dulu model
perilaku mana yang menarik bagi klien
b.
Tentukan tujuan-tujuan
yang akan dicapai
c.
Pilihlah model yang
terpercaya dan sesuai dengan usia, jenis kelamin dan budaya bangsa.
d.
Tentukan cara simulasi
dan praktikum modeling itu
e.
Buat atau persiapkan
dulu format modeling, skrip, dan urutan-urutan permainan peranan
f.
Diskusi dengan klien
tentang reaksi-reaksinya dalam hal perasaan., belajar dan sugesti.
g.
Klien akan melakukan
model itu secara informasi terus menerus hingga ia berhasil.
·
Rewarding skill
(keterampila memberikan reward atau ganjaran) keterampilan ini bertujuan untuk
memberikan penguat (reinforcement).
·
Contracting skill
(keterampilan mengadakan persetujuan dengan klien). Kontrak adalah suatu
persetujuan (agreement) dengan klien tentang tugas-tugas khusus. Peran reward
disini amat penting.
C. Tekhnik
Dasar Konseling Keluarga
Tekhnik dasar yang digunakan dalam konseling kelurga tidak berbeda jauh
dari tekhnik dasar konseling pada umumnya, hanya saja lingkupnya berbeda yaitu
keluarga
1.
Perilaku
Attending, Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri
klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan.
Contoh: anggukan jika setuju dtenang, ceria, senyum
2.
Empati, kemampuan
konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama
klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan
perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.Terdapat
dua macam empati, yaitu :
·
Empati primer, yaitu bentuk empati
yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan
tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.
·
Empati tingkat tinggi, yaitu empati
apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta
pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan
perasaan tersebut.
3.
Refleksi, teknik
untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan
pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.
Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :
·
Refleksi perasaan, yaitu
keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil
pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
·
Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk
memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap
perilaku verbal dan non verbal klien.
·
Refleksi pengalaman
4.
Eksplorasi, teknik
untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting
dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak
mampu mengemukakan pendapatnya. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat
tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu pikiran,perasaan dan pengalaman
konseli.
5.
Menangkap
Pesan (Paraphrasing), teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi
ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan
kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal :
adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor. Tujuan
paraphrasing adalah untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor
bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien, mengendapkan
apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan, memberi arah wawancara
konseling dan pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan
klien.
6.
Pertanyaan
Terbuka (Opened Question), teknik untuk memancing konseli agar
mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat
digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). kata tanya apakah,
bagaimana, adakah, dapatkah. Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang
ingin kita bicarakan?
7.
Pertanyaan
Tertutup (Closed Question), tujuan pertanyaan tertutup untuk
mengumpulkan informasi, menjernihkan atau memperjelas sesuatu dan menghentikan
pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
8.
Dorongan
minimal (Minimal Encouragement), teknik untuk memberikan suatu
dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien.
Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan
pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada
pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien
9.
Interpretasi,
teknik untuk mengulas pemikiran,
perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan
subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien
mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebu
10. Mengarahkan (Directing), teknik untuk mengajak dan
mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain
peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
11. Menyimpulkan Sementara (Summarizing), tujuan
menyimpulkan sementara adalah untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan, menyimpulkan
kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, meningkatkan kualitas diskusi dan
mempertajam fokus pada wawancara konseling.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelayanan
konseling keluarga adalah untuk membantu keluarga menjadi bahagia dan sejahtera
dalam mencapai kehidupan efektif sehari-hari. Konseling keluarga merupakan
suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai kondisi
psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua anggota keluarga.
Seorang
konselor harus emiliki kemampuan berfikir cerdas, berwawasan yang luas, serta
komunikasi yang tangkas dengan penerapan moral yang laras dengan penerapan
teknik-teknik konseling yang tangkas, terlatih dan terampil dalam melaksanakan
konseling keluarga, yang mampu menampilkan ciri-ciri karakter dan kepribadian
untuk menangani interaksi yang kompleks pasangan yang sedang konflik dan
mendapatkan latihan untuk memiliki keterampilan khusus, memiliki pengetahuan
yang logis tentang hakikat keluarga den kehidupan berkeluarga dengan jiwa yang terbuka dan fleksibel dalam melaksanakan
konseling keluarga serta harus obyektif setiap saat dalam menelaah dan
menganalisa masalah.
Dengan
demikian, konselor akan mudah dalm melakukan pelayanan dengan menggunakan
prosedur yang sistematis, penerapan tekhnik yang baikd engan mengandalkan
ketrampilan yang ada sehingga tercapai tujuan dari pelayanan konseling itu
sendiri, yaitu mampu membantu mengentaskan permasalahn konseli yang berkaitan
dengan kelurga secara optimal.
B. Saran
Untuk
mewujudkan keberhasilan pelayanan konseling kelurga yang baik dan optimal, maka
konselor harus memilki kesiapan dan pengalaman yang baik dalam pengentasan
masalh konseli. Konseli harus jeli dengan permasasalahn konseli dan berusaha
semaksimal mungkin dengan memanfaatkan segala sarana yang ada dan memanfaatkan
tekhnik dengan baik serta mengusai berbagai ketrampilan konseling.
Daftar Pustaka
Anonim.
2010. Konseling keluarga. http://scorvey037.blogspot.com/2010/04/konseling-keluarga.html. di akses 19
desember 2013.
Anonim.
2013. Tekhnik Dasar Konseling. http://siswady.wordpress.com/makalah/tehnik-dasar-konseling/. di akses
20 Desember 2013.
Aderahmatillah.
2012. BK Keluarga. http://aderahmatillahconseling.wordpress.com/bimbingan-konseling-keluarga/. Di akses
20 Desember 2013.
Latipun. (2006). Psikologi Konseling Edisi Ketiga. Malang : UMM Press.
Salamah, Ridha dan Abu Zaid. 2008. Membangun
Keluarga. Ciputat: Wadi Press.
Sochib, Moh. (1998). Pola Asuh Orangtua dalam Membantu Anak
Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta : Rineka Cipta
S. Willis, Sofyan. 2009. Konseling Keluarga (Family Counseling).
Bandung: Alfabeta
0 komentar :
Posting Komentar